Rabu, 13 Mei 2015

Keterampilan manajemen

Gambar ini menunjukan keterampilan yang dibutuhkan manajer pada setiap tingkatannya. Manajer yang berada di tingkat paling atas, atau disebut top manager, lebih membutuhkan keterampilan konseptual dibanding keterampilan lainnya. Manajemen paling bawah lebih memerlukan keterampilan teknikal seperti akuntansi, komputer, atau keterampilan memperbaiki mesin. Keterampilan ketiga, yaitu keterampilan berkomunikasi, dibutuhkan oleh semua tingkatan manajemen.

Robert L. Katz pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar.[15] Ketiga keterampilan tersebut adalah:
  1. Keterampilan konseptual (conceptional skill)
    Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana kerja.
  2. Keterampilan berhubungan dengan orang lain (humanity skill)
    Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah.
  3. Keterampilan teknis (technical skill)
    Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan lain-lain.
Selain tiga keterampilan dasar di atas, Ricky W. Griffin menambahkan dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu:[2]
  1. Keterampilan manajemen waktu
    Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari Coach. Pada tahun 2004, sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per jam—sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja, memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun, waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga, dan menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi produktivitas perusahaan.
  2. Keterampilan membuat keputusan
    Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Griffin mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.
    id.wikipedia.org

5 S


5S

Banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia maupun di dunia yang telah menerapkan konsep-konsep manajemen dengan pendekatan baru untuk meningkatkan daya saingnya, misalnya dengan Just in Time (JIT), Total Quality Management (TQM), International Standard Organization (ISO), dan lain sebagainya. Semua konsep diatas tentunya mempunyai tujuan yang baik dan dipilih sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan oleh perusahaan yang bersangkutan.
Oleh karena itu perlu, adanya penanaman konsep perubahan budaya sebelum menerapkan konsep-konsep tersebut diatas, yaitu 5S. Pendekatan ini memang dikembangkan di Jepang dan merupakan salah satu kunci sukses untuk mentransformasi sebuah perusahaan menajdi perusahaan kelas dunia.
Mulai pada pertengahan tahun 2008 yang lalu PT. Kawasaki Motor Indonesia mulai memperkenalkan konsep 5S kepada seluruh karyawan/ti-nya dengan dibentuknya sebuah committee khusus yang bertugas untuk memperkenalkannya melalui pelatihan, membuat rencana implementasi dan pengembangannya, mengawasi pelaksanaanya, melakukan audit atau penilaian terhadap masing-masing bagian, dan memberikan masukan & melaporkan hasil kerjanya kepada manajemen.
Apa itu 5S?
  • 5S adalah proses perubahan sikap
  • 5S adalah membiasakan diri bekerja dengan standar
  • 5S adalah huruf awal dari lima kata bahasa jepang; Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke.
  • 5S adalah konsep yang sangat sederhana dan mudah dimengerti.
  • 5S adalah konsep yang sangat mendasar atau ‘back to basic’.
Apa itu Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke?
  • SEIRI: “RINGKAS”, pisahkan yang perlu dan tidak perlu dan singkirkan yang tidak diperlukan
  • SEITON: “RAPI”, atur sesuai kebutuhan untuk memudahkan control visual.
  • SEISO: “RESIK”, bersihkan tempat kerja dan pastikan bahwa pekerjaan “membersihkan” merupakan suatu kebiasaan.
  • SEIKETSU: pastikan 5S diatas dijalankan dan buat standar yang jelas
  • SHITSUKE: taat menjalankan 5S terus menerus dan selalu melakukan perbaikan.
Manajemen PT. Kawasaki Motor Indonesia mempunyai obyektif agar 5S ini menjadi budaya kerja di lingkungan perusahaan dan sangat berharap rekan-rekan Main Dealer di seluruh Indonesia bias menerapkan juga budaya ini mulai dari induk perusahaannya sampai dengan outlet atau shop yang paling kecil.    id.wikipedia.org